Sunday 30 June 2013

Anakku



Anakku...
kau bertanya tentang masa depan
membuat aku senyum dan berfikir
dalam akalku yang tak berapa..
masa hadapan itu aku tak boleh ramal
tak boleh aku baca
tak terfikir oleh otak ku ini..
dengan fikiran aku yang kusut kala ini...
apa yang aku tahu anakku...
masa kini lebih penting...

bagaimana kita mahu jalani hidup masa ini
bagaimana mahu isi perut kosongmu, aku dan ibumu
itu lebih mustahak anakku..
biarlah masa hadapan itu aku lakarkan nanti
pentingnya kini...

aku tidak mahu kisah
apa akan dibual orang orang tentangku
pentingnya nak...
kita masih mampu hidup hari ini..
walau masa depan itu tak mampu ku lakar
tak mampu aku conteng di kanvas lukisan
tapi aku yakin anakku
masa depan itu akan lebih baik untukmu
dan mungkin jua untuk bakal pewarismu kelak
kerna apa nak?
kerna kita masih mampu hidup hari ini...

Ku selongkar sisa sisa sampah
ku cari sisa berharga
buat modal hidup kita kini
biar...
biarkan mereka mengata
ayahmu ini
kerna aku lebih tahu
DIA lebih tahu keikhlasanku
aku bukan pencuri
aku tidak mengemis..
rezeki ini halal
demi modal buat mengisi perut kita nak...

Oleh itu anakku…
Aku mahu berpesan…
Dan ingatkannya buat pegangan
Jangan pernah kau sesalkan
Nasib badan..

Jadikan ini buat pembakar semangat tuk perjuangan masa depan.


Nukilan ini aku tulis dalam rasa kasih dan sayang yang begitu tebal untuk encik B. Biar orang kata kamu apa sahaja asal kau dapat membesarkan kami. Dalam ketegasanmu, aku merasa kasih sayang dan perhatian.Aku tujukan khas buat ayahanda tercinta encik B yang tercinta...dan buat ayah terima kasih. Walau kadang kala aku tidak dapat memahami sesuatu yang kau lakukan. Aku berterima kasih. Tiada sekatan hari untuk mengucap dan melabelkan hari ibu atau bapa. Buat encik B dan Puan S, saya sayang anda. Sayang dan kunci anda berdua ketat-ketat dalam hati ini. Selepas ALLAH swt dan Rasulullah anda berdua lah menduduki carta di hati saya. Moga Allah memberkati kalian. Saranghae, Aishiteru, Wo ai Ni, I love You, sayang kamu, no matter what the word said and describe still the same all my love n life is for you guys. InsyaALLAH.

Kehilangan




KEHILANGAN- FIRMAN

Ku coba ungkap tabir ini
Kisah antara kau dan aku
Terpisahkan oleh ruang dan waktu
Menyudutkanmu meninggalkanku

Ku merasa tlah kehilangan
Cintamu yang tlah lama hilang
Kau pergi jauh karena salahku
Yang tak pernah menganggap kamu ada

Asmara memisahkan kita
Mengingatkanku pada dirimu
Gelora mengingatkanku
Bahwa cintamu tlah merasuk jantungku

Sejujurnya ku tak bisa
Hidup tanpa ada kamu aku gila
Seandainya kamu bisa
Mengulang kembali lagi cinta kita

Takkan ku sia-siakan kamu lagi

Asmara memisahkan kita
Mengingatkanku pada dirimu
Gelora mengingatkanku
Bahwa cintamu tlah merasuk jantungku

Sejujurnya ku tak bisa
Hidup tanpa ada kamu aku gila
Seandainya kamu bisa
Mengulang kembali lagi cinta kita

Sejujurnya ku tak bisa
Hidup tanpa ada kamu aku gila

Takkan ku sia-siakan kamu lagi. 

Sunday 23 June 2013

Ballerino



this is my favorite song ever from Leessang ;

Ballerino:
represent a deep love of the man for the woman that has gone forever, out of sight and out of reach.
For me it is a symbol of  longingness for love that will never be mine, ever.

Ballerino:
english translation:

Love always ends with tears
but lingers in your heart
It blocks your path
so you can never run away
Don’t forget the memories of our love
I’ll only be happy if you
keep it in your heart forever
Sing a song for me
So I can send it to her
Love (yeah) Affection (yeah)
I want her to take it away
Yell loudly for me
And send it to her
Today (yeah) tomorrow (yeah)
Tell her not to look for me
Everything was awkward
During our first meal
I was worried I’d get rice on my lips
Every time I took a spoonful.
When walking together, so many questions
Should I match your stride?
Should I put my arms ’round your shoulders?
Where should we go?
I’ve known women but I never knew love.
You followed me saying that you liked me
So I walked a little slower for you,
And this is how love began.
We had no romance, but like a sock with a hole
We worked it out, and so we lived.
In the vast ocean that was my life,
It was like seeing an island.
I was so happy I spent the day smiling
Love always ends with tears
but lingers in your heart
It blocks your path
so you can never run away
Let’s live together in the
beautiful memories of our love
I’ll dance with you in our memories
Em em em em em
Is my life without you a dream or not a dream?
Em em em em em
Where am I headed?
Em em em em em
Is this somewhere close to you or far away?
Em em em em em
Why does my heart hurt so much?
Sing a song for me
So I can send it to her
Love (yeah) Affection (yeah)
I want her to take it away
Yell loudly for me
And send it to her
Today (yeah) tomorrow (yeah)
Tell her not to look for me
The idea of having to protect something
Even though it wears you out,
even though you go crazy,
Doing that for you, I went crazy.
I was a ballerino that danced for you
at your beck and call.
Your face turned red as you laughed at me,
All darkness turned to light.
Even though the world turns
we said that we wouldn’t,
That we would always stay together.
We promised we would follow
one path together
But I’m alone
Still I reluctantly dance to the lingering music
Like a carousel in a darkened carnival
I’ll keep on smiling till death
Believing you will come back
Sing a song for me
So I can send it to her
Love (yeah) Affection (yeah)
I want her to take it away
Yell loudly for me
And send it to her
Today (yeah) tomorrow (yeah)
Tell her not to look for me

p/s: the lyrics is written by Gary's Leessang. Deep with feelings right?

credits to yeeun2grace.wordpress.com
i'm just copying it down ^-^



sekitar wedding cousin

oh goodnesss lord my tudung yang sengetsss with my beloved sister in law, Kak Som and my dear adik, Farrida

again with Kak Som and my  youngest cousin ever, Irdina
P/S: looks absolutely gemuks in this pic.hate it

IRDINA


Rewang time, me in pink, my adik in yellow and my only kakak in brown red and that cutie pin with hair ribbon is my umairah...kami serupa ke?

ada orang kata kembaq nehi nehi, with adik. 

Assalammualaikum, salam sejahtera dan salam 1 malaysia, hehehe. Ini Gambar-gambar sekitar wedding cousin, dari rewang membawa ke majlis kenduri. Memang meriAH..hehehe bertemakan hijau.
Benci gambar-gambarku, saya kelihatan sangat 'cuuuuuuteeeee', biasalah hasil membela saka bernama lemak. Sudahlah tu tudung pula disaster, duk terliuk lentok gituuuu...
Adusss malu macam mana lah aku boleh selamba greet guests with that look...
Other than that, semua okie...makanan sedap, dan meriAH...hehehehe

Pengantin lelaki lah cousin kami, pic below gambar adikku with bride and groombride. my pic with pasangan raja sehari ini yilek...biasalah duk sibuk amikkan gambar orang, have no time tuk pose. lagipun i'm not camera person. so ini jer yang mampu dik non. apa2 pun  wedding dress mereka sangat cantik. Dibuat sendiri oleh pengantin lelaki dan ibunya. wowwwww...sangat cantik dan dah ada orang siap book untuk majlis mereka after this. wah2 wah boleh buat bisnes.






p/s: okie after this, dikatakan ada majlis di rumah Baharoddin (ayah saya) pula. Jeng jeng siapa itu. Yang pasti bukan diriku. tetapi adikku ini. Harap semuanya dimudahkan Allah swt. tak pe lah dik, go ahead if ur time has come. Tak perlu risau. Yang pasti dik non oi, jangan kau sentuh hitam putih, it is my dream  wedding theme. okie~

Melaka Babe :))







Percutian yang tak akan aku lupakan. Thank you untk sahabatku NorHafeeza yang sudi invite tuk vacation ini. walau dah banyak kali pergi tapi vacation dengan hang yang paling meletopsssss, really appreciate it dear. thank you. Its been a year since, but still fresh like yesterday....huhu miss u babe~

Friday 21 June 2013




KAMU UNTUK SAYA!
Penulis: Halilah Baharoddin



Aku mencari erti cinta yang hakiki, bukan sekadar mainan di bibir manusia. Kerana cintaku padamu Puteriku, aku telah menemui cinta yang sejati ini. Meski aku kehilanganmu, namun aku bersyukur kerna kehilanganmu membawaku mengenali sebuah cinta hakiki yang kukecapi kini. Cinta hakiki yang tiada penghujungnya. Cinta pada kekasih yang abadi dan tidak ada duanya. PadaNYA aku menyerah, demi cintaNYA yang baru aku temui ini, aku mengharapkan kau jua akan bahagia walau bukan ‘setan’ ini yang disisimu. – Ahmad Adam Lee Abdullah-
Mereka menggelar kau ‘Setan’, tapi kau seperti malaikat pelindungku. Mungkin kau budak jahat, anak kongsi gelap, kaki pukul, kaki gaduh tapi kau tidak pernah kasar padaku. Walau kau kasar hatimu lembut. Hanya aku mengenalimu. Sungguh aku harap bahagiaku itu denganmu tapi jurang antara kita terlalu besar. Kau menyerah dan aku kalah. Walau begitu akan aku tetap laung pada dunia aku masih puterimu, aku puteri mu…-Nur Adreena Mustapha-
………………………………………………………………………………………………………
Adam menutup pintu lori yang penuh berisi sawit yang akan dibawa ke tempat pengumpulan dan penimbangan sawit petang nanti. Adam menghela nafas lega syukur dengan rezeki kurniaan Allah untuk hari ini.
“Man, saya mahu singgah surau dulu solat. Kamu tengokkan lori ya.” Adam berpesan pada Man, pembantu Indonesia yang baru mula bekerja dengannya dua minggu lalu.
Man sekadar mengangguk.
Terburu berjalan memasuki masjid, Adam terlanggar seseorang. Seorang perempuan. Beg tangannya terjatuh, Adam kutip lalu diserahkan kembali kepada gadis itu.
Terkocoh-kocoh dia mengucap maaf lalu segera berlalu. Asar semakin menghampiri. Takut tertinggal zohornya nanti. Tidak langsung dia menoleh lagi pada perempuan yang masih berdiri tegak terpaku melihatnya berjalan laju memasuki surau.
Adreena yang masih berdiri memandang lelaki yang melanggarnya tadi memasuki masjid. Dia yakin dia tidak salah orang. Lelaki itu Adam Lee. Dia yakin itu Adam.
Dia yakin raut wajah itu milik Adam, suaranya suara Adam. Mustahil dia tidak boleh mengecamnya. Ya, lapan tahun telah berlalu, namun tidak pernah sedetikpun dia melupakan Adam, wajahnya, senyuman, ketawanya, tangisannya, suaranya, susuk tubuhnya semuanya masih jelas diingatan.
Rindu itu tidak pernah terpadam walau lelaki itu menghilang. Menghilang akibat tentangan dan halangan. Lelaki itu pergi demi untuk bahagianya. Apa erti bahagia sedang hanya lelaki itu yang dia mahukan. 
Tapi kalau itu Adam, mengapa Adam memasuki masjid? Seorang Adam Lee?
“Mak cik! Dah kenapa berdiri tegak macam Nampak hantu ni?”
Beristifar Adreena dibuatnya bila disergah Maisara. Tertawa Maisara melihat reaksi Adreena.
“Sorry…sorry! Sudah lah, jom la cepat. Takut Ibu aku tertunggu-tunggu nanti.”
Adreena memegang tangan Maisara, menahan langkah temannya itu.
“Aku nampak dia…dia terlanggar aku tadi. Dia masuk masjid. Kita tunggu sekejap boleh tak Sara? Aku yakin itu dia.”
“Hei..kenapa ni? Siapa dia tu?”
“Adam…aku yakin dia tu Adam.”
“Adam…Adam Lee?”
Maisara memang tidak boleh lupa cerita Adreena mengenai Adam, lelaki yang menjadi igauan sahabatnya ini. Mereka terpisah kerana perbezaan agama dan kebencian Papa Adreena pada Adam, seorang samseng. Walau dia tidak pernah kenal siapa Adam, tapi dari cerita Adreena, dia tahu sahabatnya ini amat mencintai lelaki cina itu. Tapi buat apa pula lelaki cina itu di sini? Di masjid?
“Okay, tapi kita tunggu dalam kereta yuk, takkan nak tunggu dia dekat tengah jalan ni. Jom masuk kereta dulu.”
Selepas menunggu hampir satu jam, Adreena akur pada permintaan Maisara supaya mereka segera ke rumah keluarga Maisara.
“Reena..aku tak sabar nak kenalkan kau pada abang aku.. Ibu kata dia ada di rumah hari ini.Nanti boleh minta tolong dia bawa kita jalan-jalan kat Lumut, mandi di Teluk Batik, naik feri ke Pulau Pangkor. Nanti kita boleh naik banana boat…”
“Kau ada abang?”
Adreena sekadar berbahasa basi bertanya, tidak mahu Maisara sedar kewalangan hatinya. Setahunya Maisara anak tunggal. Baru hari ini sepanjang perkenalan mereka, dia mendengar Maisara menyentuh mengenai abangnya.
“Oh, aku tak pernah cerita ea… Abang Ahmad tu anak angkat Ibu dengan arwah Abah. Arwah abah yang bawa dia balik tinggal dengan kami. Masa dia datang mula-mula tu Nauzubillah…sekarang ni dah okay. Dia aku cakap dengan kau ea…memang handsome, plus baik sangat, mujurlah aku ni dah mempunyai jantung hati kalau tak mahu juga ku cuba nasib. Satu lagi dia ni tak banyak cakap. So nanti janganlah terasa kalau dia diam tak macam aku ni ea…”
Riuh mulut Maisara bercerita itu dan ini mengenai abang Ahmad nya dan kampungnya, tapi hati Adreena tidak sepenuhnya pada perbualan mereka,. Dia hanya senyum membalas perbualan Maisara.
Fikirannya melayang mengingati Adam. Dia yakin yang dilihatnya itu Adam, dia tidak salah lagi. Mengingati Adam, membawa fikiran Adreena kembali pada kenangan silam.
………………………………………………………………………………………………………
Perkenalan mereka bermula lapan tahun yang lalu. Masih segar dalam ingatan waktu itu, dia dalam perjalanan pulang dari kelas tambahan malam. Entah di mana silapnya, motorsikal yang dibawa tiba-tiba meragam. Puas cuba dihidupkan namun masih juga gagal. Akhirnya dia terpaksa meninggalkan motorsikalnya di bengkel selang satu bangunan dari tempat tusyen.
Di perhentian bas, dia naik rimas bila terasa ada sepasang mata yang memerhati. Dia menoleh, dilihat seorang pemuda cina sedang duduk di atas TZM. Memang benar pemuda itu memang sedang merenungnya, membuatkan Adreena naik seram.
Dia tahu siapa pemuda cina itu. Menurut cerita teman-teman sekolah lelaki itu namanya Adam. Budak setan, panggilan orang-orang. Kata teman-teman dia anak kepada ketua  kumpulan kongsi gelap, samseng pula tu. Bahkan Adreena pernah terlihat Adam menumbuk seorang budak lelaki yang juga belajar sekali di sekolahnya.
Adreena mengemaskan pegangan begnya. Dalam hati berdoa supaya Adam segera berlalu.
Rimas dengan renungan tajam Adam, dia memutuskan untuk berjalan kaki sahaja pulang ke rumah. Lagipun rumahnya tidak jauh dari sini.
Tiba-tiba sahaja dia dikepung oleh sekumpulan mat mat motor yang entah datang dari mana. Adreena terpaku di tengah-tengah, manakala mereka membawa motor mengelilinginya.  Adreena pantas berlari bila wujud peluang. Mereka memecut mengejarnya.
Di depan jalan mati. Mat-mat motor seramai empat orang itu memberhentikan motorsikal di hadapannya. Adreena tersepit, tidak tahu nak lari ke mana lagi. Pegangan pada beg sandang dikemaskan.
Mereka menghampirinya, setiap cubaan untuk menyentuhnya, ditepis.  Mereka semakin galak mengusik bila dia mepertahankan diri dan beg sandangnya dari dirampas. Cahaya lampu dari sebuah motorsikal yang berhenti di hadapan mereka mengejutkan mereka.
Adam!
Adam menghampiri mereka. Sepantas itu juga mereka menyerang Adam. Adreena melihat setiap serangan meraka berjaya dipatahkan Adam. Adreena melihat mat-mat motor itu semuanya sudah terbaring di aspal jalan raya. Adam menghampirinya. Dia menjauhkan diri.
Walau Adam menyelamatkannya, namun perasaan gerun pada Adam masih ada. Masih terbayang aksi ganas Adam menumbuk dan menerajang mat-mat motor itu tadi.
“Adam!!Belakang!”
Adreena memberi amaran. Mujur Adam sempat mengelak serangan lelaki berbaju hitam itu. Sekali lagi lelaki itu melibas pisaunya, kali ini terkena lengan Adam. Adam menerajang lelaki tersebut. Pisau yang dipegang jatuh ke jalan. Dia mengilas tangan lelaki itu ke belakang dan kepalanya didongak ke atas. Lelaki itu mengaduh kesakitan, meminta dilepaskan.
Adam berkata sesuatu kepada lelaki tersebut, sebelum melepaskannya pergi. Adreena tidak dapat mendengarnya kerna suara Adam perlahan. Sebaik sahaja dilepaskan, berdecit mereka semua memecut motorsikal meninggalkan dia berdua sahaja dengan Adam.
Adreena merenung Adam yang berjalan menghampirinya. Tumpuannya pada lengan baju Adam yang bertompok kesan darah. Sepantas itu juga Adam memegang lengannya.
“Terima kasih.”
Pertama kali dia melihat Adam senyum, walaupun hanya senyuman sinis menghiasi wajah cukup membuatkan hati gadisnya terusik.
“Berani kamu jalan malam-malam macam ni seorang diri, tak takut mati ke?”
Tersirap darahnya mendengar kata-kata Adam yang penuh sinikal dan pedas itu. Terdiam di buatnya. Sepi menjengah. Adreena mula berkira-kira untuk berjalan kaki balik sahaja. Sakit hati dibuatnya dekat dengan lelaki cina ini.
Huh, bukan setakat perangai saja kasar, mulut pun macam kulit durian! Kasar laser berduri!
“Kenapa tak bawa motor?”
Adreena hairan. Mana dia tahu aku bawa motor? Jangan-jangan dia selalu tengok aku kot!Isyy, perasan pula!
“Motor rosak. Saya hantar bengkel.”
Adam dilihat mengangguk tanda faham.
“Susah nak dapat teksi atau bas waktu ni. Saya hantar kamu pulang, jom. Jangan risau,saya budak setan, tapi saya tak akan makan kamu. Kalau takut sangat. Nah kamu pegang dompet saya, dalam ni ada i.c. kad bank bank semua ada. Pegang. Sekarang naik. Tunjuk jalan. Saya hantar kamu pulang.”
Keesokannya dia ingin mengambil motornya di bengkel, Terdetik rasa hairan di hati bila melihat TZM biru Adam di depan bengkel. Dua kali ganda terkejutnya dia bila dilihat Adam sedang membaiki motornya.
Rupa-rupanya bengkel itu kepunyaan Adam. Dari situ tahulah Adreena bagaimana Adam tahu serba sedikit mengenainya.
Sejak itu, mereka semakin rapat. Adreena senang berkawan dengan Adam. Adam walaupun bahasanya dan tingkahnya agak kasar tapi dia tidak pernah dikasari. Setiap kali pulang tusyen, Adam akan mengekorinya dari belakang dan memastikan dia selamat sampai ke rumah.
Paling mengharukan hatinya, bila suatu hari hujan lebat diikuti ribut, Adam setia menemaninya sehingga hujan reda dan menghantarnya pulang.
Biarlah walau apapun kata orang mengenai Adam, budak setan, samseng, kaki pukul kaki gaduh atau sebagainya. Dia senang berkawan dengannya. Perhubungan mereka semakin rapat, sehingga dia dapat melihat banyak sisi kebaikan dalam diri ‘budak setan’ itu.
“Kamu untuk saya. Saya tak nak kamu orang kacau kepunyaan saya.”
Itu jawapan Adam bila Adreena bertanya apa yang Adam katakan pada Mat-mat motor yang mengganggunya dahulu. Adreena tidak percaya dengan kata-kata itu, sebab itulah dia hanya tertawa bila Adam mengungkapkannya.
Walau masing-masing tidak mengungkap soal hati dan perasaan, namun Adreena tahu perasaan yang ada dalam hatinya bukan perasaan kanak-kanak. Dia ingin hidup bersama dengan Adam. Setiap kali dalam doanya tidak pernah dia lupakan Adam, amat berharap Adam menerima Hidayah dan Nur Islam.
“Reena, pasti kamu lebih manis bertudung kan… bukankah itu tuntutan agamamu. Bagi saya Islam agama yang sangat menjaga wanitanya.  Melindungi kaum wanita dari mata-mata nakal dan nafsu jahat lelaki. Begitu indah caranya, membuat saya rasa kagum dan terpikat. ”
Teguran Adam itu menginsafkannya. Kerna itu dia merasa yakin ada sinar dalam diri Adam.
Semuanya rasa indah dan bahagia. Sehinggalah berlaku satu kejadian di mana musuh Adam cuba menculiknya untuk mengugut Adam. Mujur Adam sempat menyelamatkannya. Kalau tidak sudah pasti dia hanya tinggal nama.
Namun kerna peristiwa itu mereka terpisah. Papa mengamuk dan memaki hamun Adam. Papa juga meminta Adam jangan menghubunginya lagi dan pergi dari sisinya.
“Kau budak setan tak layak nak berkawan dengan anak aku. Entah apa lagi yang akan jadi. Sampah masyarakat macam kau ni hanya layaknya hidup di jalanan, merempat. Dasar bangkai!”
Adreena sendiri tidak menyangka Papa akan berbicara sebegitu. Papa langsung tidak memberinya peluang dan ruang untuk menjelaskan apa-apa. Dia melihat ada air mata yang bergenang di bening mata Adam membuatkan dia juga menangis.
Dia merayu pada Papa, Papa mengheretnya masuk ke dalam bilik. Dari balik tingkap, dia melihat Adam berlalu, tidak langsung menoleh.
Sejak itu, Adam menghilang. Dia jadi nanar sendiri. Puas dicari, tiada. Adam seolah sudah hilang ditelan dunia.
Adreena akur akhirnya, Adam menyerah dan dia juga telah kalah. Maka perhubungan antara mereka tidak pernah dimaknakan, yang ada Cuma rasa dalam hati yang akan dibawa hingga mati.
Walau mereka terpisah jauh, namun doa Adreena tidak pernah putus buat Adam, moga Nur Islam mengetuk hati lelaki yang menjadi raja dihatinya.
………………………………………………………………………………………………………
“Pergilah Adreena. Saya dah lama maafkan dan lupakan apa yang jadi. Saya setan, tak layak nak berganding dengan awak. Tak perlu awak pinta kemaafan saya. Papa awak benar. Ini yang sebaiknya. ”
Adreena sayu, air mata menitik ke pipi bila mendengar pengakuan Ahmad Adam, abang angkat Maisara.
Siapa sangka, Ahmad yang disebut-sebut Maisara itu adalah Adam yang sama, yang dicarinya bertahun-tahun yang sentiasa didamba siang dan malam. Kenyataan ini hanya diketahui selepas solat Subuh berjemaah tadi di rumah Maisara.
Ternyata yang mengimamkan solat subuh mereka adalah Ahmad Adam. Terkejut hampir pengsan dia bila dilihat Ahmad Adam itu adalah Adam sebenarnya. Mujur ada Ibu dan Maisara yang memegangnya. Kalau tidak pasti dia hanyut dalam kegembiraanya.
Kini, Allah SWT telah memakbulkan segala doa dan permintaanya. Ahmad Adam sudah ada dihadapannya dan dia tak mahu melepaskan lelaki ini pergi lagi. Tapi seolahnya lelaki ini memang benar ingin lari dari dia. Seolah ingin membuang Adreena jauh dari hidupnya.
“Sesungguhnya kamu untuk saya, Ahmad Adam Lee Abdullah. Dan saya untuk kamu. Bertahun-tahun berlalu tapi saya tak pernah lupakan kamu. Kamu sentiasa ada di hati saya. Demi Allah yang mewujudkan Nur di hati seorang Adam Lee, saya ingin menjadi sebahagiaan dari hidupnya, saya ingin menjadi pendampingnya, menemaninya seumur hidup ini dan InsyaALLAH menjadi bidadari di syurga buatnya kelak. Izinkanlah saya… ”
Itulah yang dia rasa, Itulah yang dia mahu. Semuanya sudah diluahkan. Demi ALLAH SWT, cintanya bukan mainan. Dia amat berharap pertemuan mereka kali ini akan membawa makna dan berharap Adam tidak akan menyerah, kerna menyerahnya Adam kekalahan bagi perasaannya.
Dia sudah menjatuhkan ego perempuannya, amat berharap pengorbanannya berbalas.
“Adreena saya tidak mahu cinta yang menjadi mainan di bibir manusia, sudah cukup rasanya cinta yang saya kecap ini. Tenang dan aman jiwa dengan cintaNya. Mungkin kamu yakin dengan apa yang kamu lafazkan, tapi saya tidak berani untuk mengizinkannya. Maafkan saya. ”
Adam melangkah pergi. Adreena terduduk melutut jatuh ke tanah. Sekali lagi aku kalah Ya Allah. Mengapa cepat benar kau mengalah Adam. Air mata meniti setitik setitik ke pipi.
Maisara pantas mendapatkannya. Bahu temannya dirangkul.
“Abang Mat…kenapa begini?  Mengapa abang jadi pengecut untuk membina hidup bahagia dengan Reena. Sanggup abang lukakan hati dia begini. ”
“Sara tak faham. Sara tak tahu siapa abang dulu…walau dah bertahun-tahun berlalu.  Bang Mat yakin dunia masih tidak mampu menerima abang.
Reena…tolonglah lupakan semuanya. Saya tak layak untuk awak. Saya manusia setan yang dikeji masyarakat. Saya tidak kuat untuk melihat awak turut menerima akibatnya nanti andai kita bersama. Ini adalah yang terbaik. Bencilah saya. Anggap saya dah mati pun tak apa janji itu boleh lenyapkan saya dari fikiran dan hati kamu. Kamu bukan untuk saya malangnya. Maafkan saya Adreena.”
“Adam yakinkah awak dengan keputusan ini? ”
Adam sekadar mengangguk, tidak langsung bersuara.
“Saya tetap yakin pada kata-kata awak dulu bahawa saya untuk awak dan InsyaALLAH awak untuk saya. Demi Allah, cinta saya pada awak akan saya bawa hingga akhir hayat. Moga awak bahagia. Walau awak menolak saya, saya tetap bahgia kerana Allah memberi hidayahNYA untuk awak, syukur.”
Sepantas itu, Adreena melangkah memasuki rumah dan mengemas pakaiannya. Di muka pintu, Ibu dan Maisara menanti. Jelas mereka sedih dengan apa yang terjadi.
“Betul kau mahu pulang? Tak mahu aku temankan?”
Adreena menggeleng. Pantas disalam dan dikucup kedua-dua pipi ibu, Ibu memeluknya erat.
“Maafkan anak Ibu, Reena. Ibu harap ini bukan pertemuan kita yang terakhir. Kuat anakku..Ibu yakin kalian akan bersatu. Doa pada Allah.”
Bisikan kata-kata ibu hanya disambut dengan anggukan dan ungkapan InsyaALLAH.
Itu jua yang aku harapkan Ibu. Moga hatinya lembut. Moga kami dapat bersatu.
Adam dilihat masih duduk di pangkin di bawah pohon mangga. Adreena menghampiri. Sedikitpun Adam tidak menoleh sewaktu Adreena mengucap pamit, tidak jua menoleh melihat kereta Adreena meluncur laju meninggalkan kawasan rumah mereka.
Dia terus menjadi penunggu setia di pangkin itu. Berat beban rasa yang dihatinya kini.
Dia tidak mahu Adreena pergi tapi ini yang terbaik. Demi Allah, dia jua seperti Adreena. Dia juga mahu menjadi yang sah buat Adreena, untuk sehidup dan semati dengannya. Tapi dia takut, dia tidak kuat untuk berhadapan dengan masyarakat. Sedangkan Papa Adreena sendiri berbicara  begitu, apa pula kata masyarakat andai kata mereka tahu sejarah silam hidupnya dulu.
Apa akan jadi pada anak-anaknya nanti. Dia tidak mahu itu terjadi. Biarlah dia begini. Cintanya biarlah buat Allah yang satu.
“Abang Mat…jom kita cepat ke Hospital Manjung. Adreena kemalangan.”
Rasa terhenti jantungnya. Terkumat kamit dia beristifar.
Panggilan Maisara kali kedua disahut. Pantas dia mencapai kunci kereta di tangan Maisara. Dalam hatinya berdoa mohon Allah melindungi cinta hatinya dari sebarang bahaya. Ya Allah…tolonglah aku tidak siap kehilangannya.
………………………………………………………………………………………………………
Mustapha bersandar di dinding surau hospital. Tidak putus putus doanya buat puterinya, Adreena yang masih tidak sedarkan diri. Sampai saja dia di Hospital dari rumahnya di Shah Alam, anaknya sudah keluar dari bilik pembedahan. Namun masih tidak sedarkan diri.
Kata Doktor, kemalangan itu mengakibatkan Adreena kehilangan banyak darah. Mujur abang angkat Maisara sudi mendermakan darahnya buat Adreena. Kerna dari ujian darah, hanya darah abang angkat Maisara yang mempunyai darah jenis O itu saja yang sesuai untuk Adreena yang juga dari kelompok darah yang sama.
Mustapha rasa bersyukur dan amat berterima kasih. Dia ingin berjumpa lelaki bernama Ahmad Adam itu untuk mengucap terima kasih tidak terhingga, tapi kata Maisara abangnya itu sudah pulang. Mungkin tidak datang lagi.
Mustapha mengeluh. Kecewa kerna tidak dapat menzahirkan rasa terima kasihnya untuk si penderma darah berhati mulia itu.
“Ya Allah…Hanya padaMU sahaja hamba ini menyerah. Janganlah kau bawa Adreena pergi dariku… aku tidak siap untuk kehilangannya. Sungguh aku mencintainya. Sungguh demiMu aku amat amat mencintainya.”
Mustapha memandang pemuda berbaju putih itu. Dia yakin pemuda itu menyebut nama Adreena dalam doanya. Jelas dia juga dengar esak tangis lelaki itu. Mustapha mendekati pemuda itu sebaik sahaja dilihat lelaki itu meraup wajah mengaminkan doa. Mustapha mencuit bahu si baju putih sambil memberi salam. Salamnya disahut dan pemuda itu menoleh.
Wajah tenang, putih dan bersih yang dibasahi air mata itu seperti pernah dilihatnya bertahun-tahun lalu. Wajah ini, bukankah pernah dimaki dan dicacinya dahulu. Ya Allah…
“Kau Adam?”
“Alhamdulillah Encik…Allah memberikan hidayahnya buat saya yang telah sesat jauh dalam hidup ini. Syukur Nur Islam telah mengetuk pintu hati saya. Syukur.”
Mustapha meraup wajah, menahan seribu rasa. Kata-katanya dahulu yang diucapkan pada anak muda ini menjengah ingatannya kembali. Membuat dia rasa kecil dan berdosa.
“Pak Cik dengar dalam doamu, kamu menyebut nama anakku. Kamu mengaku pada Allah kamu mencintai anakku. Membuat aku rasa berdosa dan kecil di depanmu… Maafkan aku anakku… Aku minta maaf atas kata-kataku dulu. Sungguh Pak cik terlalu lancang berkata-kata, tidak memikirkan perasaan kamu dan puteriku satu-satunya. Pak Cik menyesal.”
“Demi Allah, Pak cik saya memang mencintainya tapi saya tidak layak untuknya. Seperti Pak Cik katakan dulu. Maafkan saya kerna mencintai anak pak cik, walau saya sedar saya tidak layak, tapi saya tidak mampu untuk menipu di depan Allah, sungguh doa saya adalah perasaan dalam hati saya untuk Adreena.”
“Ya Allah… Adam jangan berkata begitu, kamu membuatkan aku betul-betul rasa berdoasa pada Allah dan kamu, tidak sepatutnya aku mengatakan sebegitu pada ciptaanNYA..sedangkan aku juga ciptaanNYA. Tidak layak dan bukan tempat Pak Cik untuk mengata kamu seperti itu. Maafkanlah Pak Cik, Adam…maafkan kekhilafan diri si tua ini.”
Mustapha sudah melutut di kaki Adam. Pantas Adam menahan dan memeluk Mustapha.
“Sungguh demi Allah, sudah lama saya maafkan dan ikhlas saya maafkan Pak Cik. Sudahlah Pak Cik. Doalah pada Allah moga Adreena tidak apa-apa.”
Telefon yang bergetar ditekan. Mustapha mengucap syukur sebaik sahaja mendengar bicara Isterinya. Sebaik telefon dimatikan, dia memeluk Adam.
“Adreena sudah sedar Adam. Alhamdulillah.”
Adam meraup wajah syukur. Usai itu juga dia bersujud syukur pada Allah.
“Ya, Maisara, kenapa?”
Adam menjawab panggilan telefon. Mustapha diminta memasuki wad yang menempatkan Adreena dahulu.
“Adreena sudah sedar. Dia nak sangat jumpa abang Mat. Abang ada di mana? Datanglah hospital sekarang.”
Adam tersenyum bila terlihat kelibat Maisara berdiri di hadapannya. Maisara berdiri membelakanginya. Masih lagi kelihatan cuba mendailnya lagi.
“Sara.”
Senyum Adam bila Maisara mengucap panjang. Jelas Maisara tidak perasankan dia.
“Bila abang sampai?”
“Abang tak balikpun. Abang Mat di surau tidur.”
Adam cuba berlucu tapi tidak diendah.
“Sara tak kira abang Mat mesti jumpa dia juga. Jom.”
Berat hati Adam melangkah. Wajah pucat Adreena senyum sebaik sahaja melihat kelibat Adam. Mustapha jelas terkejut bila Maisara memperkenalkan Adam sebagai abang angkatnya.
“Ya Allah..begitu mulia hatimu.. Adam, adam…”
Adam membalas pelukan Mustapha. Mustapha meleraikan pelukan sebaik sahaja mendengar Adreena memanggil nama Adam. Adam mendekati Adreena. Wajah pucat kesayangannya direnung sepenuh hati dipenuhi sayang.
“Kamu untuk saya, yakinlah itu sayang ku…demi Allah, izinkanlah saya menjadi yang sah untuk kamu.”
Lemah dan lirih suara Adreena cuba menyakinkannya membuat Adam merasa tersentuh. Air matanya menitis ke pipi, sungguh dia adalah manusia paling pengecut kalau masih berdegil untuk menolak cinta Adreena. Sesungguhnya Adreena sangat ikhlas dengan perasaannya.
“Syhhh…jangan cakap lagi. Dengan izin Allah saya akan pastikan kamu juga akan menjadi yang sah untuk saya. Tak akan ada lagi yang mampu gugat itu. InsyaAllah. Sekarang rehatlah Puteriku.”  
Adreena senyum senang hati. Adam membalas senyumannya.
Ya, akan ku laung pada dunia, akulah puterimu…akulah untukmu, dan dengan Izin Allah kamu untuk saya, Ahmad Adam.

-TAMAT-
18/5/2013-21/5/2013
1: 37 PAGI